Oleh : Syahrul MA Guru Fiqih MAN 2 Padang
Dari sekian banyak perkara yang dipertanyakan oleh kalangan ibu rumah tangga, salah satunya ialah tentang hukum “Mangicok” atau mencicipi makanan saat puasa. Hal ini karena mencicipi masakan termasuk aktivitas yang penting dilakukan untuk memastikan bahwa rasa makanan untuk berbuka telah sedap dan layak dikonsumsi.
Namun, aktivitas ini memang terkadang menimbulkan was-was tersendiri karena ketidaktahuan mengenai hukum mencicipi makanan yang disyariatkan oleh agama Islam.
Akibat dari ketidaktahuan itu, sebagian ibu rumah tangga memilih dalam memasak makanan dengan cara “ma agak -agak” ( mengira-ngira ) takaran bumbu atau garam yang dimasukan ke dalam makanan.
Dampaknya, makanan tersebut ada yang cocok rasanya akan tetapi banyak juga yang meleset dari perkiraan, kadang kurang garam, bahkan sampai keasinan.
Bagi orang yang “manggalas” (pedagang) rasa makanan kurang garam atau terlalu asin, bisa berakibat akan ditinggalkan oleh pelanggan. Begitu juga bagi yang berumah tangga akan menimbulkan cekcok, bahkan sampai “berturo-turo” (mengomel) dan tidak jarang pula piring atau pariuk nasi melayang gara-gara rasa makanan.
Saat sedang puasa seperti ini, apakah mencicipi makanan saat sedang memasak diperbolehkan? Lantas, bagaimana hukumnya, dan apakah puasa kita tetap sah untuk dijalankan?
Pertanyaan ini mungkin sering membuat kita merasa ragu. Tentu, kita membutuhkan keterangan yang jelas agar tak lagi merasa canggung ketika mencicipi masakan demi menyuguhkan menu yang enak sesuai selera.
Hakikat puasa Ramadhan ialah menahan diri dari berbagai hal yang menyebabkan batalnya puasa dari terbitnya fajar sampai tenggelamnya matahari. Menyiapkan makanan untuk berbuka termasuk rutinitas ibu atau ayah yang dilakukan selama bulan Ramadhan.
Para ulama sepakat akan batalnya puasa seseorang apabila ia makan atau minum dan melewati tenggorokan karena disengaja dan bukan karena lupa.
Dikutip dari buku Pembatal Puasa Ramadhan dan Konsekuensinya karya Isnan Ansory, ulama sepakat bahwa tidak batal puasa seseorang jika makanan dan minuman tersebut baru sebatas memasuki mulut, lidah, bibir, langit-langit, gigi, dan belum memasuki tenggorokan.
Sama halnya dengan berkumur-kumur, maka mencicipi makanan pun tidak membatalkan puasa, asal tidak ditelan dan melewati tenggorokan.
Dari Ibnu Abbas, ia berkata: “Tidak mengapa seseorang mencicipi kuah makanan atau suatu makanan, selama tidak sampai tertelan ke tenggorokan, saat ia berpuasa.” (HR. Ibnu Abi Syaibah dan Baihaqi).
Dari hadist tersebut, dapat diketahui bahwa mencicipi makanan untuk buka puasa boleh dilakukan asalkan makanan tersebut tidak sampai masuk ke kerongkongan.
Adapun Ibnu Taimiyah mengatakan,
“Mencicipi makanan terlarang bagi orang yang tidak memiliki hajat, akan tetapi hal ini tidak membatalkan puasanya. Adapun untuk orang yang memiliki hajat, maka hukumnya seperti berkumur-kumur.”
Mengutip buku 89 Kesalahan Seputar Puasa Ramadhan oleh al-Mukaffi (2019), mencicipi makanan hukumnya tidak membatalkan puasa, namun sebaiknya tidak dilakukan jika tidak diperlukan.
Sementara itu, menurut jumhur ulama’, mencicipi makanan ketika berpuasa hukumnya boleh, entah itu dilakukan karena kebutuhan maupun tidak ada kebutuhan. Namun, jika mencicipi makanan tanpa alasan yang kuat, maka hukumnya adalah makruh meskipun diperbolehkan dan tidak membatalkan puasa.
Hal ini juga sesuai dengan pendapat dari MUI, bahwa mencicipi hukumnya tidak membatalkan. Namun, hal ini dikhawatirkan akan tertelan, sehingga sudah pasti puasanya akan dianggap batal setelah itu.
Oleh karena itu, setelah mencicipi makanan, dianjurkan untuk segera dimuntahkan. Dengan begitu, maka makanan yang dirasakan tersebut tidak khawatir akan tertelan. Wallahu a’lam